Bismillahirrahmanirrohim

Minggu, 25 April 2010

Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum di sahkan oleh Pemerintah
Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan Cybercrime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yg ada dalam KUHP.

Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime antara lain:

I. KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )

1. Pasal 362 KUHP Tentang pencurian ( Kasus carding )
2. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)
3. Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik ( memalui media internet dg mengirim email kpd Korban maupun teman-teman korban)
4. Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
5. Pasal 282 KUHP Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).
6. Pasal 282 dan 311 KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet).
7. Pasal 378 dan 362 ( Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar, dg kartu kredit hasil curian)

II. Undang-Undang No.19 Thn 2002 Ttg Hak Cipta, Khususnya ttg Program Komputer atau software

III. Undang-Undang No.36 Thn 1999 ttg Telekomukasi, ( penyalahgunaan Internet yg menggangu ketertiban umum atau pribadi).

IV. Undang-undang No.25 Thn 2003 Ttg Perubahan atas Undang-Undang No.15 Thn 2002 TTg Pencucian Uang.

V. Undang-Undang No.15 thn 2003 Ttg Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Pemahaman Cybercrime sendiri menurut masyarakat, mengutip paparan Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer” (1998) mengartikan Cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal. Di samping itu, Freddy Haris menyebutkan Cybercrime merupakan suatu tindak pidana dengan karakteristik – karakteristik sebagai berikut :

* Dengan maksud untuk memfasilitasi kejahatan
* Menggangu / merusak operasi komputer
* Mencegah / menghambat akses pada komputer

Dari sisi aparat penegak hukum sendiri khususnya Polri mengemukakan beberapa poin :

1. “Cyber crime in a narrow sense is computer crime : any illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the secutity of computer system and the data processed by them.” (Tindakan ilegal apapun yang terarah dengan maksud untuk eksploitasi elektronik yang menargetkan keamanan dari sistem komputer dan data yang telah diolah).
2. “ Cyber crime in a broader sense is computer related crime : any illegal behaviour committed by means on relation to, a computer system offering or system or network, including such crime as illegal possession in, offering or distributing information by means of computer system or network.” (Tindakan ilegal apapun yang telah dilakukan sehubungan dengan, penawaran sistem komputer atau sistem atau jaringan, mencakup kepemilikan, penawaran atau distribusi informasi ilegal yang ditujukan untuk sistem komputer atau jaringan). Dari berbagai pengertian yang berada mengenai cybercrime dirumuskan sebagai “perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.”

Dalam usaha menurunkan Cybercrime, pembicara menjelaskan bahwa perkembangan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet selain membawa perubahan, kemudahan dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan juga memicu terjadinya penyalahgunaan pemanfaatan jaringan telekomunikasi, maka pemerintah dalam hal ini MENKOMINFO mengeluarkan Peraturan menteri Nomor 27/PERM/M.KOMINFO/9/2006 ttg “Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protocol Internet, dengan membentuk tim ID-SIRTI (Indonesia-Security Responses Team On Internet Infrastructur). Tim ini bertugas untuk mengawasi penggunaan Internet di Indonesia guna mencegah kejahatan yang dilakukan melalui media Internet.

Semakin pesat perkembangan Internet akan semakin meningkat baik teknologi dan penggunaanya, membawa banyak dampak baik positif maupun negatifnya tentunya untuk bersifat positif kita semua harus mensyukuri karena banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi ini, dan tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi internet membawa dampak negatif. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian, perjudian dan penipuan yang dapat dilakukan dengan media komputer secara online dengan resiko tertangkap sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat maupun negara disamping menimbulkan kejahatan-kejahatan baru.

Maka dari itu menurut pandangan pembicara, bahwa pemerintah agar segera mengesahkan UU tentang IT atau Cyber Law agar para penegak hukum bisa mengaplikasikan terhadap perkembangan serta antisipasi terhadapa permasalahan penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi.

/**
Tulisan diambil dokumentasi wawancara RADIO CASSANOVA BALI
Pembicara : AKP. Purnomo Hadi S, SE ( Cyber Crime ) dan
I Gede Yudhatama (General Manager Channel-11)
Materi Bahasan : Pornografi, Judi, Spying, Penipuan, Spamming, Hacking dan cracking

URL reference >> http://www.channel-11.net/event/12.htm

**/

Sabtu, 17 April 2010

Tugas I

Cybercrime adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.

Cybercrime Dan Penegakan Hukum Positif Di Indonesia

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal - pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :

  1. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
  2. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
  3. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
  4. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
  5. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
  6. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
  7. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para mahasiswa.
  8. Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
  9. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.

b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang - Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah.

Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.

c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang - Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

  1. Akses ke jaringan telekomunikasi
  2. Akses ke jasa telekomunikasi
  3. Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan Write - Once -Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah engirimkan surat dari Kapolda ke Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data– data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.

g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik

Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.

Selasa, 13 April 2010

Nama Anggota Kelompok


Nama : Jaialani sidik
npm : 07.31133.220
Alamat : Ds. Trasak-Larangan-Pamekasan


Nama : Elisa Dwi Rahayu
npm : 07.311133.233
Alamat : Kanginan


Nama : Moh. Muhlis
Npm : 07.31133.229
Alamat : Blumbungan


Nama : Moh.Munir
Npm : 07.31133.237
Alamat : Galis